Suarapesisirnusantara.com |BENGKALIS – Walikota Bekasi di laporkan oleh PEKAT kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena Wali kota Bekasi Tri Adianto membuat Keputusan Nomor: 800 1.3. 3/Kep .207 -BKPSDM/IX/2025 tanggal 2 September 2025 dalam surat keputusan tersebut Wali kota Bekasi di duga melakukan nepotisme Dengan memberikan jabatan strategis kepada adik kandung dan adik ipar nya an. drh. Satia Sriwijayanti Anggraini, M.M dan suaminya Muhammad Solikin S.SIT. M.M.
Menurut Praktisi hukum M. Arifsyah Matondang, S.H., M.H Istilah Nepotisme sering muncul dalam diskusi mengenai praktik penyelenggaraan negara.
“Nepotisme sendiri dipahami sebagai tindakan memberikan jabatan, pangkat, atau keuntungan tertentu kepada anggota keluarga atau kerabat dekat tanpa mempertimbangkan kompetensi dan kualifikasi yang seharusnya menjadi dasar penunjukan,”kata Arifsyah Matondang, S.H., M.H (kutipan dari Vonistipikor.net 1/10/ 2025.
Pratisi Hukum M Arifsyah Matondang, S.H., M.H. yang juga menjabat Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Gerakan Nasional Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (DPN GN-PK), menanggapi hal tersebut dan menerangkan bahwa ciri-ciri Nepotisme itu setidaknya ada 4 yaitu :
1. Mementingkan Kekeluargaan: Memberikan jabatan, pangkat, atau keuntungan kepada anggota keluarga atau teman dekat.
2. Tidak Berdasar Kualifikasi: Pilihan didasarkan pada hubungan personal, bukan pada kemampuan, prestasi, atau kompetensi.
3. Merugikan Kepentingan Umum: Mengorbankan kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara demi keuntungan pribadi atau kelompoknya.
4. Melawan Hukum: Di Indonesia, tindakan nepotisme oleh Penyelenggara Negara merupakan perbuatan melawan hukum dan dapat dipidana.
Menurut M Arifsyah Matondang, S.H., M.H. Selama Walikota Bekasi yang mengangkat Adik dan Iparnya tidak memenuhi Ciri-ciri tersebut di atas itu bukan nepotisme, artinya Adik dan Iparnya memenuhi kualitas dan kualifikasi untuk menduduki jabatan tersebut, jadi jangan mentang-mentang ada hubungan darah dan keluarga itu nepotisme, karena adik dan Iparnya juga punya hak yang sama seperti ASN lainnya, yaitu hak warga negara sama di hadapan hukum dan pemerintahan.
“Prinsip ini dikenal sebagai equality before the law, yang ditegaskan dalam Pasal 27 Ayat (1) UUD 1945 dan mengandung makna bahwa setiap warga negara diperlakukan sama dan tidak boleh didiskriminasi, baik dalam sistem hukum maupun dalam pelaksanaan pemerintahan dan dipertegas pada Pasal 28D ayat 3 UUD 1945, setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan, artinya setiap warga negara berhak untuk diangkat dalam setiap jabatan pemerintahan, yang didasarkan pada kompetensi dan kinerja tanpa diskriminasi,”tegasnya.
Masih menurut M. Arifsyah Matondang, S.H., M.H. mengenai drh. Satia Sriwijayanti Anggraini, M.M., yang merupakan dokter hewan ditunjuk sebagai Kepala Dinas Kesehatan Kota Bekasi, selama penunjukan yang bersangkutan tidak memenuhi 4 ciri-ciri Nepotisme, ya sah-sah saja buktinya Presiden menunjuk Menteri Kesehatan yang bukan Dokter atau dari kalangan Kesehatan justru orang yang mempunyai latar belakang bisnis, dan ternyata Mentri Kesehatan RI ditunjuk 2 kali jadi Menteri Kesehatan oleh Presiden yang berbeda yaitu oleh Presiden ke-7 Joko Widodo dan Presiden ke-8 Prabowo Subianto, seorang Presiden maupun kepala daerah menunjuk orang-orang yang membantunya untuk mewujudkan program kerjanya.
“Bila Walikota Bekasi menunjuk keluarganya tersebut memenuhi ciri-ciri nepotisme diatas baru dapat dikatakan ada nepotisme,”ujarnya.
Jadi kesimpulannya, Nepotisme bukan semata-mata tentang hubungan keluarga atau kedekatan personal, melainkan lebih kepada apakah penunjukan tersebut melanggar prinsip keadilan, mengabaikan kualifikasi, serta merugikan kepentingan publik. Dengan memahami batasan-batasan ini, masyarakat dapat menilai secara lebih objektif apakah sebuah tindakan penunjukan jabatan termasuk dalam kategori nepotisme atau bukan.(Kutipan dari Vonistipikor.net )
Sumber : Rilis
Editor : SPN/Ar